#jack, medan
Ketua Komisi I DPRD Medan Robi Barus menyarankan pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) jangan melakukan tindakan apapun atas satu unit rumah di Jalan Angsana No 1 Kel Sidodadi, Kec Medan Timur, Kota Medan sebelum ada keputusan berkekuatan hukum tetap.
“Seharusnya sebelum ada perkara yang diputuskan inkrah (berkekuatan hukum tetap), PT KAI jangan dulu melakukan tindakan apapun di lahan yang disengketakan,” kata Robi Barus saat memimpin rapat dengar pendapat Komisi I dengan PT KAI, perwakilan Kodim 021/Medan dan Fatia Andryani Putri selaku ahli waris dari alm Chalik Anwar, Selasa (08/08/2022).
Menurut Robi, kedua belah pihak (PT KAI dan ahli waris) terlebih dahulu menyiapkan dokumen-dokumen kepemilikan atas rumah untuk dipelajari Komisi I dan selanjutnya komisi akan turun ke lokasi rumah (lahan) yang disengketakan.
Sebagaimana diketahui, Fatia Andryani Putri selaku ahli waris alm Chalik Anwar menyayangkan eksekusi rumah milik orangtuanya yang dilakukan pihak PT KAI dengan cara memagari rumah yang ditempatinya itu. Eksekusi dilakukan pada 22 Januari 2022 tanpa ada keputusan eksekusi dari Pengadilan Negeri Medan. Bahkan pada eksekusi itu barang-barang dalam rumah diambil pihak PT KAI. “Kami sangat keberatan. Apalagi barang-barang kami dibawa PT KAI. Kami minta dikembalikan,” kata Fatia dalam rapat dengar pendapat itu.
Menurut Fatia, tanah dan rumah yang ditempatinya merupakan milik orangtuanya alm Chalik Anwar yang dahulunya merupakan anggota TNI AD berpangkat Kapten. “Waktu itu ayah saya juga difungsikan bekerja di PT KAI,” terang Fatia.
Fatia mengaku punya surat-surat yang membuktikan bahwa rumah itu adalah milik mereka yang dulunya diberikan pemerintah kepada orangtuanya sebagai bentuk penghargaan atas pengabdiannya. “Saat itu ayah saya memang diperbantukan di PT KAI sampai pensiun,” terang Fatia.
Fatia menegaskan tanah dan rumah milik orang tuanya merupakan atas pemberian Panglima TNI bukan PJKA (saat ini PT KAI). Oleh karena itu ayah saya dikaryakan pihak PJKA sebagai Kepala Satu Ekspoitasi Sumatera Utara,” katanya.
Atas eksekusi rumah orang tuanya itu, Fatia telah membuat pengaduan ke Ombudsman dan ternyata rumah orang tuanya itu tidak terdaftar sebagai aset negara milik PJKA. “Jadi apa dasar pihak PT KAI mengklaim rumah orang tua saya itu aset mereka. Saya juga ada mendapat surat dari Departemen Perhubungan yang menyatakan bahwa pelengkap kereta api adalah bukan merupakan alas hak kepemilikan tanah sebagaimana diatur dalam pasal 16 Undang-Undang No 5 Tahun 1960. Jika mengacu kepada hal itu, jelas rumah orang tua saya bukan aset PT KAI. Mengacu kepada aset negara juga tidak terdaftar, jadi atas dasar apa PT KAI mengeksekusi rumah kami,” beber Fatia.
Sementara perwakilan Bagian Hukum PT KAI mengaku mereka telah melakukan penertiban sesuai SIP. Di dalam SIP ada disebutkan penempatan kepada alm Chalik Anwar apabila sudah berbeda kepemilikan, atau yang menempati sudah berbeda, segera dilaporkan kepada pemiliknya. “Siapa pemiliknya, di dalam SIP dijelaskan adalah PJKA atau dalam hal ini PT KAI Persero. Esensi surat yang layangkan kami sudah tersampaikan pada pihak keluarga dan itu sudah tiga kali kami layangkan,” katanya.
Pihak PT KAI sendiri, kata dia pada peinsipnya tetap membuka ruang untuk dilakukan negosiasi atas kepemilikan tanah dan rumah tersebut.
Persoalan barang-barang yang ada sic dalam rumah, kata dia, saat ini masih ada dan disimpan d igudang PT.KAI di Pulo Brayan.
Robi Barus akhirnya menskorsing rapat dengar pendapat untuk diagendakan rapat berikutnya terkait kelengkapan berkas kepemilik rumah dan lahan bagi pihak